Kenny Sansom, Peter Hill-Wood dan tradisi yang dijunjung

Seminggu belakangan saya dibuat gusar oleh rokok. Perkaranya begini, merk rokok yang biasanya saya hisap berkeputusan untuk merubah tampilan secara hampir dramatis. Saya tulis ‘hampir’ karena mereka masih memertahankan citra produk dengan menggunakan warna yang sama. Tapi kemudian saya menyadari ada kekhasan ‘rasa’  yang tertinggal dari rokok tersebut. Beberapa kawan yang juga fans fanatik rokok tersebut mengeluhkan hal kurang lebih: ada perbedaan kontras saat disesap. Kami dengan lagak sok ahli berkesimpulan bahwa hal ini disebabkan oleh pengemasan berbeda di bagian filter.

Maka perburuan mencari produk lama kami pun dimulai. Ternyata masih banyak toko atau warung kelontong kecil yang menjual barang sisa merk tersebut. Kami saling mengabarkan satu sama lain perihal lokasi toko mana saja yang masih menyediakan rokok ini. Dengan solidaritas macam ini setidaknya kegusaran saya sedikit terkikis. For a while. Kebiasaan sekian tahun adalah tradisi dan seburuk apapun penilaian orang lain terhadap tradisi tersebut, seseorang dengan teguh akan memraktekkan dan memeliharanya.

Berita ini seolah tertutup. Salah satu legenda Highbury, Kenny ‘King Kenny of The Arsenal’ Sansom pada 13 Maret silam jatuh kolaps dan harus dilarikan ke rumah sakit. Kenny adalah bek kiri legendaris yang memerkuat Arsenal selama 8 tahun. Kenny direkrut setelah tampil fantastis bersama Crystal Palace di level junior — menjadi kapten bagi tim yang memenangi Youth FA Cup. Kenny pun hijrah dari Selhurst Park ke Highbury dengan nilai transfer 1 juta poundsterling. Bersama Arsenal-lah dia mengokohkan namanya sebagai salah satu bakat terbaik milik Inggris.

Hingga sebelum pertandingan Inggris melawan Denmark pada 2011 lalu, namanya tercatat sebagai bek kiri dengan penampilan terbanyak untuk timnas (86 pertandingan). Ashley Cole akhirnya menggeser torehan itu dan Kenny mengakui dirinya sedikit tertohok.  “I’d be lying if I said I wasn’t gutted.  But he’s a top-quality player and bloke so I’d never begrudge him the honour. Plus, I’ve got more international goals so I’ve got the better of him there.”

Sampai detik ini Sansom masih memegang rekor sebagai pemain yang paling banyak terpilih di penghargaan ‘PFA Team of the Year’ sebanyak sebelas kali.

Still with me? Oke, sekarang saya mau bertanya. Siapa pemain yang memecahkan rekor Kenny tersebut? Ashley Cole. Saya sadar bahwa Cole memilih untuk menjadi orang brengsek dengan caranya meninggalkan Arsenal. Tapi tidak bisa dipungkiri bahwa Cole mencapai standar permainannya di Arsenal. Brengsek? Iya. Berbakat? Anda tidak bisa menjawab tidak. Kenyataan ini menjadi penjelas dari tradisi Arsenal sebagai penghasil pemain handal di sisi kiri lapangan. A cultured left foot. Penerus Sansom, Nigel Winterburn bisa saja menjadi langganan timnas andai tidak ada pemain bernama Stuart Pearce.

Kenny Sansom berduel dengan bek Everton Pat Van den Hauwe di Highbury, 1986
Kenny Sansom berduel dengan bek Everton Pat Van den Hauwe di Highbury, 1986

Tradisi ini berlanjut hingga kini. Meski saya tidak yakin apakah keputusan Arsene untuk merubah posisi Kieran Gibbs dari gelandang menjadi bek didasari oleh faktor tradisi. Kebutuhan tim tentu lebih diutamakan. Gibbs hijrah ke Arsenal pada 2007 setelah klub tempat dia mengawali karir, Wimbledon, dinyatakan bangkrut. Pada musim 2009/10 Gibbs akhirnya menjadi starter karena bek kiri saat itu Gael Clichy cedera. Sebagaimana Jack Wilshere, sosok pelatih yang menganugrahinya debut timnas pada Agustus tiga tahun silam adalah Fabio Cappelo di pertandingan persahabatan antara Inggris dan Hungaria. Gibbs tampil di babak kedua menggantikan Ashley Cole, pemain yang memecahkan rekor Sansom.

Saya tegaskan sekali lagi. Tradisi, kawan-kawan. Tradisi.

Kembali lagi ke Sansom. Dailymail melaporkan bahwa lokasi Sansom kolaps tak jauh dari Ashburton Grove. Sansom menghabiskan waktu — seperti Charlie George — menjadi ‘legends tour guide’ di stadion kebanggaan Arsenal. Klub menyediakan layanan ini untuk penggemar menghabiskan waktu di Ashburton Grove bersama legenda-legenda klub. What a way to carry on tradition. Puji Tuhan, Sansom tidak mengalami gangguan serius dari kejadian tersebut dan kembali beraktifitas.

Sansom lahir dari keluarga kelas pekerja di selatan London. Seperti yang dia tulis di otobiografinya, “Kenny Sansom: To Cap it All”,

I came into the world in 26 September 1958 in my mum’s bedroom at 55 Jardin Street. There I joined my three sisters and a big brother in a small south London prefab — and, for those of you too young to know what a prefab is, it’s a kind of ‘bitsa’ home, made up of slabs of concrete. Home was small and crowded, but also warm and happy.

Kata ‘Arsenal’ dan ‘kelas pekerja’ selalu bisa anda rangkai dalam satu kalimat. Dan tidak ada yang bisa menggambarkan situasi simbolis itu selain Ken Friar, OBE (Order of British Empire). Friar menjabat sebagai sebagai salah satu direktur Arsenal. Tahun 2011 menjadi penanda 60 tahun pengabdiannya untuk klub.

Enam.. puluh.. tahun.

Kakek berusia 79 tahun ini lahir di Islington pada 13 August 1934 dan mengawali karir di Arsenal pada usia 12 tahun sebagai pengantar surat. Karirnya menanjak pada dekade 80 hingga 90-an sebagai direktur pelaksana klub. Dedikasi dan loyalitas. Arsenal Football Club mengajarkan pada kita aspek lebih luas dalam kehidupan berupa seni menjunjung tradisi dan loyalitas. Jika suatu saat nanti anda dianugrahi rejeki untuk mengunjungi Ashburton Grove, dari stasiun kereta api bawah tanah ke stadion disambungkan oleh dua jembatan. Jembatan sebelah utara dinamakan ‘The Ken Friar Bridge’.

kiri-kanan: Peter Hill-Wood, Ken Friar dan Arsene Wenger
kiri-kanan: Peter Hill-Wood, Ken Friar dan Arsene Wenger

Dari Ken Friar lantas mari menyimak kondisi terakhir kesehatan Peter Hill-Wood. Hill-Wood dilaporkan baru-baru ini memertimbangkan untuk meninggalkan jabatannya sebagai chairman di Arsenal. Hill-Wood beberapa waktu lalu mengalami serangan jantung dan pneumonia atau radang-paru-paru.

Menurut laporan Telegraph, Hill-Wood sendiri berkata bahwa belum ada keputusan yang diambil. Pernyataannya baru sebatas pertimbangan. Tapi hal ini membuat asosiasi suporter Arsenal (AST) mewanti-wanti klub untuk memersiapkan pengganti jajaran direksi manajemen klub dengan orang-orang muda. AST juga mengusulkan agar kelak sosok-sosok yang dipilih adalah eks pemain dan mengikutsertakan wanita.

Hill-Wood mendapat jabatan chairman untuk meneruskan ayahnya pada 1982, manakala sang ayah, Denis, adalah suksesor dari kakeknya, Samuel. Keluarga Hill-Wood sudah berada di Arsenal selama tiga generasi dalam kurun waktu 84 tahun — sejak era Herbert Chapman. Semua kejayaan Arsenal dirasakan oleh keluarga ini.

Nama Bob Wilson, eks kiper Arsenal era gelar ganda 1971 mencuat. Maklum, selepas mengakhiri karir Bob masih setia mengikuti perkembangan klub dan disertakan oleh klub di beberapa event penting. Contoh kecil, dalam beberapa kesempatan dia hadir di DVD season review. Contoh besarnya, Wilson menjadi satu dari dua orang yang berhasil meraih 3 gelar ganda sepanjang sejarah Arsenal bersama Pat Rice. Manakala Pat Rice adalah asisten Arsene Wenger pada 1997/98 dan 2001/02, Wilson saat itu adalah pelatih kiper. Satu-satunya kekurangan Wilson untuk menjabat posisi chairman adalah saat ini dia sudah berumur 71 tahun. Usia yang cukup sepuh.

Menghadap kiri atau kanan atau tenggara tidak masalah asal tradisi dilestarikan

Saya bukan orang Jawa. Tapi karena beberapa tahun ini tinggal di pusat kerajaan kuno pulau Jawa saya mengerti betul bagaimana masyarakatnya menghargai tradisi. Tradisi membuat seseorang berperilaku baik terhadap sesama. Dalam skala Arsenal, saya menghargai langkah Stan Kroenke ketika mengakuisisi saham mayoritas dengan tidak menggeser posisi orang-orang seperti Friar dan Hill-Wood. Lain cerita dengan para syekh di Manchester City yang merekrut orang-orang dari Katalan sebagai director of football.

Arsenal meski pindah ke stadion yang dinilai mengikiskan nilai-nilai kelas pekerja berusaha memertahankan roh klub dengan memindahkan interior asli Highbury — seperti Marble Hall — ke Ashburton Grove. Swiss Ramble, dalam laporan keuangan klub-klub EPL teranyar juga menulis bahwa sebagian besar pengeluaran Arsenal dialokasikan untuk proses ‘Arsenalisasi’ Ashburton Grove. Penulis tidak menjelaskan seperti apa ‘Arsenalisasi’ tersebut — karena memang memfokuskan pada aspek finansial, tapi ini lagi-lagi menceritakan pada kita bahwa Arsenal, di tengah arus komersialisasi klub-klub Inggris, memertahankan nilai-nilai asli klub.

Dari sudut pandang personal, saya ingin membagi sebuah asumsi. Beberapa tahun ada yang mengritik budaya mudik masyarakat kota besar — terutama Jakarta — ke kampung halaman. Alasannya macam-macam mulai perilaku penghamburan uang yang terjadi hingga keselamatan jiwa. Dalam sudut pandang Islam juga saya pikir mudik bukan kewajiban. Tapi dalam proses mudik yang di dalamnya terdapat hal-hal seperti budaya sungkem manusia berbagi kebahagiaan dengan memanusiakan yang lain. Melelahkan memang, tapi apakah kebahagiaan macam ini bisa menggantikan setahun penuh berlaku seperti robot di kota?

Kieran Gibbs memang masih menjadi pilihan nomor tiga di timnas Inggris (setelah Cole dan Leighton Baines). Tapi bersama Carl Jenkinson, kelak dua musim lagi kita bisa melihat pengganti duet Dixon-Winterburn yang kesohor satu dekade silam.

Di tengah-tengah rumor transfer yang menyebalkan, saya terpekur menunggu siapa lagi yang akan menggantikan sosok-sosok seperti Friar atau Hill-Wood. Mengenai pengganti Kenny Sansom, Gibbs sudah membuktikannya di dua musim terakhir.

“Good old Arsenal, we’re proud to say that name..”

6 thoughts on “Kenny Sansom, Peter Hill-Wood dan tradisi yang dijunjung

    1. Gue sebagai seseorang yang kidal gak tau kenapa ge-er sendiri baca ginian haha… btw, meriam yang hadap kiri itu emang maksudnya cultured left foot ya? apa kebetulan aja? nice piece bro. very educated. keliatan banget rajin baca buku lo orangnya mate. Envy abis gue! #applause

      Like

Tinggalkan Komentar: