Arsenal 3-4 Liverpool: Malapetaka di Laga Pembuka

 

Dengan segala apa yang terjadi di dua Manchester dan Chelsea, kegagalan Arsenal menjuarai EPL musim lalu terasa semakin menyesakkan. Ketiga tim tersebut bukan hanya memiliki mesin finansial raksasa, tapi juga sama-sama baru merekrut manajer-manajer muda dengan enerji yang sama menakutkannya dengan mesin-mesin finansial tersebut.

Perekrutan dini Granit Xhaka awalnya terasa menyegarkan. Bagaimana tidak!? We’ve done the business so early. Makin optimistis ketika di awal Juni Arsenal mengaktifkan release-clause Jamie Vardy. Meski saya pribadi merasa Vardy bukan sosok yang tepat untuk Arsenal rekrut. Ya, ia top skor musim lalu. Tapi ia telah memasuki masa-masa senja. Jika sosok pemain itu adalah Zlatan Ibrahimovic, tentu faktor usia ini bisa kita singkirkan jauh-jauh. Selain itu, skema permainan Arsenal sudah terlalu bergantung dengan sosok Olivier Giroud. Menjadi jelas setelah kita ketahui fakta bahwa satu-satunya penyerang yang mampu memainkan peran striker tunggal adalah Danny Welbeck, bukan Alexis Sanchez, apalagi Theo Walcott.  Situs These Football Times menjelaskan hal ini dengan baik:

Olivier Giroud combines goal-scoring ability with a wonderful team-ethic and that is what makes him a rare breed, a world-class striker if you may. However, cruelly for him, he is plying his trade at a paradoxical point of time in the game’s history where the use of statistics in analysis, the level of the game, and its coverage, are at an all-time high, but still the evaluation is being done based on an extremely narrow criterion. It represents a great risk to the future of the game.

Diagonal run, operan satu-dua, serta segala rupa cara pemain Arsenal mencetak gol banyak bergantung kepada Giroud. Sayangnya, seperti yang dijelaskan situs di atas, sepakbola semakin terobsesi dengan statistik sehingga fans tidak akan mau mengakui kontribusi Giroud hanya karena bukan dia yang melakukan assist.

Maka, banyak kendala yang Arsenal hadapi saat ingin merekrut striker. Selain faktor-faktor yang saya sebut di atas, kita tahu bahwa striker adalah komoditas paling diburu di bursa transfer. Setidaknya saat gembar-gembor desus Vardy berlangsung, saya tidak sebegitunya berharap ia mau berlabuh di London Utara.

***

Awal musim kompetisi, bagi penggemar sepakbola, berstatus layaknya awal tahun. Anda tentu mengamini pernyataan tadi. Awal musim adalah saat di mana kita kembali memperbaiki harapan dan melupakan hal-hal buruk yang terjadi di musim sebelumnya. Penggemar sepakbola kasual, dalam hal ini mereka yang tidak mendukung satu tim favorit pun, akan tetap mengikuti perkembangan yang ada. Entah itu dengan mengecek bursa transfer, membaca artikel-artikel sepakbola, banyak juga yang mempercayai intuisi untuk mengikuti bursa taruhan — yang mana hal-hal tadi diikuti dengan perbincangan-perbincangan mengenai sepakbola di perjumpaan-perjumpaan sosial masing-masing. Apalagi bagi mereka yang mengimani salah satu klub.

Banyak dari kita yang merasa wajib membeli seragam klub kesayangan terbaru. Kita pun kembali sesumbar dengan rekan-rekan bahwa tim pujaan kitalah yang akan berbicara banyak di musim kali ini. Hal inilah yang membuat sepakbola menarik dan menjadikannya berstatus sebagai olahraga paling populer sejagat. Ia sudah menjadi budaya pop yang menjelma menjadi gaya hidup. Di banyak kasus, kadarnya bahkan melebihi cara kita memperlakukan agama.

Hal itu pula yang menjangkiti kita, fans Arsenal. Tak peduli dengan kecenderungan pelatih dan manajemen yang seperti terlihat tidak memiliki ambisi juara (setidaknya dari kacamata fans klub lain), kita sedemikian berharapnya skuat yang kita memiliki mampu berbicara banyak di musim baru. Berangan-angan untuk kembali menjadi raja — minimal — di Inggris. Tak sedikit juga yang mendukung Arsenal secara taken-for-granted. Loving the club unconditionally. ‘Saya cinta klub ini tak peduli apa yang orang lain katakan. Toh uang yang saya keluarkan paling besar hanya untuk berlangganan TV kabel.’ Tapi percayalah, asa berlebih tetap ada di hati mereka. Bahwa Wenger mungkin berubah, manajemen berambisi lebih, dst dst. Toh lihat saja bagaimana mereka sedini itu merekrut Xhaka yang membuat kita menyangka kebijakan klub benar-benar berubah.

Lalu saat Euro masih bergulir, kita sama-sama tahu bahwa Liverpool-lah yang akan kita hadapi di laga pembuka di kandang kita. Liverpool yang pelatihnya saat ini begitu dirindu sebagian dari kita untuk menggantikan Wenger. Liverpool yang dengan enteng kembali merampok keutuhan skuat Southampton dengan membeli Sadio Mane.

Pertama, mari membicarakan skuat yang diturunkan Wenger sebagai starter. Baiklah, ia belum mempercayakan Xhaka sebagai starter. Wajar karena Xhaka belum pernah sedikit pun mencicipi atmosfer EPL. Tapi menurunkan Elneny dan Coquelin bersamaan dan memplot Ramsey sebagai AMF? Dia pikir ini masih laga pra-musim?! Eksperimen sok asyik yang berbuah blunder sementara kita tahu Santiago Cazorla sudah mampu tampil.

Cech

Bellerin-Holding-Chambers-Monreal

Coquelin-Elneny

Ramsey

Walcott                                      Iwobi

Sanchez

Cazorla adalah spesies langka yang mampu menggoreng bola dengan kedua kaki dengan sama-sama baiknya. Ia mampu mengeksekusi sepak pojok — ketimbang Walcott yang malam ini menjalankan peran ini. Sudah bukan rahasia lagi bahwa sejak lama saya adalah pembela Ramsey. Tapi hal itu tidak membuat saya buta dan gegabah. Bahkan di Euro lalu pun Ramsey bukanlah kreator karena peran itu diberikan Coleman (pelatih Wales) kepada Joe Allen. Bagi saya, Ramsey adalah jelmaan dari kombinasi antara Frank Lampard dan Ray Parlour dan torehan statistiknya di musim 2013-14 adalah kutukan. Kutukan yang membuatnya (serta kita sebagai penonton) untuk berharap lebih: bahwa ia harus menciptakan assist atau gol di tiap laga. Ini keliru.

Lalu mengenai pasangan bek yang menjadi starter. Bila Skhodran Mustafi (atau Kostas Manolas atau siapa pun itu yang diberitakan media) telah Arsenal rekrut dan bermain di laga ini pun, saya tak menjamin komedi pertahanan takkan terjadi karena jelas terlihat kesalahan besar ada di pundak gelandang bertahan yang seolah-olah terlihat enggan membantu pertahanan padahal mereka tahu satu di antara dua bek ini belum diijinkan membeli alkohol!

Saya sempat memaki Coutinho saat ia begitu mudahnya jatuh saat ‘dipeluk’ Holding. Ada apa, sih, dengan fenomena pemain brilian namun kerap licik meminta pelanggaran seperti dirinya atau Hazard? Namun tatkala Coutinho mampu melepas tendangan melengkung begitu fantastis, batin saya seakan mengoreksi pernyataan tadi. Coutinho tahu ia memiliki kemampuan tendangan bebas di atas rata-rata. Dan sepanjang babak pertama timnya nampak mengalami kebuntuan dalam menembus pertahanan Arsenal. Maka perjudian ini ia lakukan. Percayalah, saya membenci perilaku diving, tapi hal ini sudah merupakan salah satu trik mujarab dalam permainan. Bagaimana jika Wilshere merubah caranya bermain dan memerlakukan diving sebagai proteksi bagi kakinya — sekaligus mendulang foul demi keuntungan tim?

Hey, if there’s a contact, dan kontak tersebut merugikan klub yang bersangkutan, maka wasit harus menetapkan itu sebagai pelanggaran. Sama halnya seperti petinju yang terus-terusan memeluk lawan. Kita tahu hal itu membosankan, tapi penonton tinju fanatik menganggap itu sebagai taktik.

Saya berbincang dengan seseorang yang bukan penonton sepakbola mengenai kekalahan ini. Mungkin demi menghibur saya, ia mengatakan bahwa Arsenal toh mampu mencetak tiga gol.

Persetan.

Ini laga pembuka dan kebobolan empat gol (semuanya dilakukan dengan cara fantastis) di kandang sendiri adalah hal menyakitkan. Dari tiga gol yang berhasil Arsenal cetak, kita tahu bahwa skuat Liverpool pun masih meraba-raba dan sebenarnya mampu Arsenal kalahkan.

Persoalan selanjutnya adalah bijak atau tidaknya Wenger mengistirahatkan beberapa pemain yang berlaga sampai semifinal bersama timnasnya di Euro 2016 lalu (Ozil, Giroud dan Koscielny). Kita harus paham riwayat akrabnya Arsenal dengan cedera. Kebijakan ini juga ia terapkan bagi tiga pemain Jerman yang menjuarai Piala Dunia 2014 silam. Dengan fakta ia mengalami krisis bek, mengapa untuk kali ini saja ia enggan berjudi dengan memainkan Koscielny? Jika berkilah terus mengenai sulitnya melakukan transfer (dengan menyebut-nyebut faktor inflasi harga pemain), mengapa tidak menurunkan Koscielny, salah satu bek terbaik EPL musim lalu? Padahal ia tahu betul Mertesacker dipastikan tidak bisa tampil sampai setidaknya saat Natal tahun ini. Mertesacker bukanlah bek di posisi Koscielny sementara pelapis Mertesacker adalah Gabriel, yang juga cedera. Jadi membeli pengganti Mertesacker bukanlah solusi untuk menambal pengganti Koscielny. Ketimbang memainkan Chambers bersama Holding, bukankah lebih baik Holding diduetkan bersama Kos the Boss?

Rasa-rasanya Arsenal adalah lelucon tidak lucu yang entah bagaimanapun tidak lucunya, lelucon ini terus dilontarkan tiap tahun. Arsenal sebagai perusahaan adalah perusahan sukses karena menurut catatan majalah Forbes menempati urutan kelima sebagai tim dengan nilai kekayaan tertinggi di dunia (sebagai brand memiliki value sebesar $2,017 milyar). Masih dari catatan yang sama, Arsenal adalah klub Inggris dengan nilai tiket terusan termahal. Dari sini saja kita bisa melihat ‘kecakapan’ Arsenal sebagai perusahaan. Namun fans mana, sih, yang bangga dengan torehan finansial klub dibanding torehan di atas lapangan?

Jawara Italia 4 musim berturut-turut, Juventus, sejak jauh hari telah mempersiapkan pengganti Paul Pogba dengan merekrut Miralem Pjanic. Mampukah Pjanic menggantikan peran Pogba? Kita belum tahu dan sama-sama harus menunggu. Tapi bisakah Pjanic — setidaknya — memberi elemen positif lain bagi Juventus? Kita tahu ia bisa dan punya potensi untuk itu. Dan Juventus menempati urutan ke-9 dalam catatan forbes tersebut. Makes you wonder.

Yang paling menggelikan sekaligus ironis adalah Wenger menyatakan di konferensi pers pasca pertandingan bahwa timnya secara fisik belum siap tampil. Padahal, secara kontradiktif ia menyatakan hal sebaliknya saat seminggu sebelumnya mengalahkan Manchester City di laga pra-musim.

Wenger selalu mengatakan bahwa dirinya anti transfer musim dingin & transfer musim panas sebaiknya selesai saat laga pembuka dimulai. Maka persoalannya: jika demikian, kenapa selalu gagal menambal kebutuhan skuat di tiap musim? Kenapa proses transfer selalu berjalan berlarut-larut?

Semoga menghadapi Leicester ia benar-benar mau mengubah kebijakan dengan setidaknya menurunkan Koscielny (jika masih bersikeras mengistirahatkan Giroud dan Ozil).

Tinggalkan Komentar: