Kenapa Sami Khedira bukan Morgan Schneiderlin atau Lars Bender

Lying wide awake under strange sky wanting to call Arsene but it is late at night

Piala Dunia 2014 telah berlalu dan segenap drama dan aksi brilian yang ditampilkannya menjadi sejarah tersendiri yang akan kita ingat kelak. Entah itu gigitan Suarez terhadap Chiellini, kegemilangan James Rodriguez meraih Golden Boot, kegamangan Messi kala peluit final ditiup wasit, hingga kejayaan yang diraih tiga pemain Jerman Arsenal — Per Mertesacker, Lukas Podolski dan Mesut Ozil.

Menghitung mundur hingga 31 Agustus, warna lain dari sepakbola yang akan tersaji adalah geliat bursa transfer, yang anehnya, kita lalui dengan gegap gempita setelah Arsenal berhasil menggaet superstar Chili Alexis Sanchez yang bermain apik bersama negaranya kemarin. Mengenai Sanchez dan bagaimana ia akan bermain bersama Arsenal akan saya tuangkan nanti. Namun luangkan waktu kalian untuk membayangkan bagaimana kerjasama link-up play ia bersama Theo Walcott, Olivier Giroud dan Mesut Ozil memporakporandakan lini belakang klub-klub EPL.

Mouth watering sight.

Ada sebuah artikel yang begitu baik memaparkan situasi keuangan Arsenal di Telegraph yang terbit beberapa hari lalu. Menyatakan bagaimana ketersediaan fulus yang Arsenal miliki adalah buah dari perencanaan 10 tahun sejak Ashburton Grove berdiri. Bahwa semuanya kini menjadi ‘masuk akal’. Sengaja saya beri tanda kutip karena nyatanya ratusan artikel tak mampu membuat sebagian suporter sadar bahwa kebijakan pengiritan yang Arsenal jalankan adalah bagian dari long-time planning: terwujud dalam rentang satu tahun melalui perekrutan Mesut Ozil dari Real Madrid dan Alexis Sanchez dari Barcelona — dua raksasa sepakbola dunia.

Melalui Alexis Sanchez — yang direkrut ketika Piala Dunia belum usai dan satu bulan lebih sebelum jendela transfer ditutup — Arsene Wenger dan Arsenal seolah memberi jawaban akan pertanyaan-pertanyaan yang dulu tak terjawab secara eksplisit. Klub ini, ketika waktunya tiba, akan kembali mampu bersaing secara finansial tanpa mengorbankan pemain-pemain i skuat utama. Kita perlu juga menilik bahwa penjualan Sagna ke Manchester City adalah suatu keniscayaan. Toh, akan tiba waktunya seorang pemain mengalami rasa bosan bermain di satu klub dalam jangka waktu panjang. Beberapa nama pun didengungkan untuk mengisi kekosongan yang Sagna tinggal mengingat Carl Jenkinson dirasa belum cukup mumpuni mengisi pos bek kanan itu: Serge Aurier dan Mathieu Debuchy. Selain itu Arsenal yang ditinggal Lukasz Fabianski pun dikabarkan mengincar kiper: David Ospina.

Yang tak kalah menarik dan jadi perbincangan kini adalah berita mengenai Arsenal yang mengincar gelandang tengah. Tiga nama menyeruak ke benak gooner, yakni Morgan Schneiderlin (Southampton), Lars Bender (Bayer Leverkusen), dan Sami Khedira (Real Madrid) — kedua nama terakhir bahakan disebut secara resmi di sebuah artikel, sedangkan nama pertama baru sebatas rumor dan Southampton mustahil melepasnya dari klub yang ditinggal banyak punggawa utama.

Perdebatan meruncing ke persoalan substansial: bahwa Khedira bukanlah gelandang bertahan murni, melainkan box-to-box midfielder di mana kita telah memiliki Aaron Ramsey dan Jack Wilshere di posisi tersebut.

Ya, benar. Desakan untuk memiliki ‘the next Patrick Vieira or at least in same boat as Gilberto Silva’ sepertinya tak kunjung usai kecuali Arsenal membeli Paul Pogba dari Juventus.

Tapi ungkapan yang menyebutkan bahwa Khedira tak terlalu menonjol di aspek bertahan tak sepenuhnya salah. Berikut tabel yang membandingkan catatan statistik Khedira dengan pemain lain. Perlu dicatat bahwa data Khedira saya ambil di musim 2012-13 mengingat di musim lalu ia lama berkutat dengan cedera. Variabel yang ditandai bintang merupakan raihan tertinggi diantara yang lain.

Arteta Schneiderlin L. Bender Khedira
Mins. Played 2407 2765* 2344 1744
Pass completion 92%* 89% 77% 81%
Tackles won 2.26 2.64 3* 1.44
Sccssful take ons 0.55 0.64 1.66* 0.20
Interceptions 2.03 2.06* 1.76 1.16
Chances created 0.61 0.91* 0.69 0.76
Total shots 0.39 0.94* 0.76 0.84

* sumber statistik: squawka.com

Dari data di atas tampak Schneiderlin dan Lars Bender begitu menonjol. Keduanya pun lebih muda dari Khedira (yang kini berumur 27 tahun) dan memiliki postur tubuh serupa. Schneiderlin kembali unggul jika kita menilik fakta bahwa ia telah lama bermain di EPL bersama Southampton.

Tapi apakah statistik mampu menggambarkan suatu hal dengan pasti? Sebagian penganut paham filsafat positivistik akan mengangguk setuju. Tapi duhai kawan, sepakbola sebagaimana manusia dalam kehidupan sosial tak akan bisa diukur lewat angka, berjalan tanpa kepastian lewat ketakteraturan dan kedinamisan.

Kumungkinan-kemungkinan dan ketidakmungkinan pun perlu diperhitungkan. Contohnya begini. Adalah fakta, di atas kertas dan di dalam lapangan, bahwa Lars Bender gelandang hebat. Tapi tawaran Arsene Wenger sebesar  £19 juta ditolak Bayer Leverkusen musim lalu. Apalagi Leverkusen juga telah kehilangan Emre Can yang dipinang Liverpool. Sementara di kubu Southampton, meski telah memiliki Victor Wanyama dan Jack Cork, sulit rasanya bagi kita untuk mendapatkan tanda tangan Schneiderlin. Kemitraan Wanyama dan Schneiderlin lebih banyak dipakai Pochettino musim lalu ketimbang duet Schneiderlin-Cork yang mengundang decak kagum dua musim silam. Sulit rasanya bagi The Saints untuk merelakan kepergiannya setelah ditinggal aktor integral kesuksesan mereka, Pochettino (pelatih), Adam Lallana (playmaker/ikon klub), Luke Shaw dan Rickie Lambert (ikon klub).

Sementara Real Madrid masih memiliki Xabi Alonso dan bintang muda mereka Asier Illaramendi jika Khedira pergi. Plus kedatangan Toni Kroos dari Bayern Munchen di mana sang pemain sendiri telah menyatakan kepindahannya ke ibukota Spanyol tersebut ketika diwawancari wartawan dari situs UOL paska kemenangan Jerman atas Argentina,

We’ve finished the World Cup in the best way possible. Now I’m going to Madrid, so that’s two dreams achieved

Kepergian Khedira saya rasa tinggal menunggu resminya kedatangan Kroos di Real Madrid yang konon akan diresmikan pada hari Kamis.

Khedira seperti yang dikutip Wikipedia memiliki atribut,

He is considered a dynamic midfielder with “flawless aerial ability” who can cover a lot of ground, recover the ball and quickly join in the team attack with his powerful mid-rangeshooting

Dia tak banyak melakukan tekel-tekel tak perlu sehingga dirasa sesuai dengan skema Arsenal. Sementara situs Whoscored menjelaskan bahwa ia memiliki kecenderungan untuk melakukan operan-operan pendek dan piawai dalam melepas key-pass (operan yang menghasilkan gol).

Jika kita cermati lebih jauh, Arsene Wenger mempunyai kecenderungan untuk memahami tren yang berkembang dalam sepakbola ketika membangun tim di Arsenal.

skuat Jerman kala menghancurkan Inggris 4-0 di final Piala Eropa U-21 tahun 2009
skuat Jerman kala menghancurkan Inggris 4-0 di final Piala Eropa U-21 tahun 2009

 

Kita ingat di awal karirnya di Arsenal, bagaimana ia mengisi skuat Arsenal dengan banyak pemain Perancis. Setelah sukses mengawinkan gelar ganda pada 1997/98, Perancis sukses meraih gelar dunia pertama mereka di mana gol ketiga Perancis dicetak oleh Emmanuel Petit berkat sodoran umpan Patrick Vieira.

Kemudian jelang 2010, kita sadar bagaimana ia beralih ke Spanyol dengan mendatangkan pemain-pemain dari negara tersebut seperti Jose Antonio Reyes, Cesc Fabregas, Manuel Almunia dan Fran Merida (Arteta, Cazorla dan Monreal dikesampingkan karena direkrut paska 2010).

Barulah pada 2011, Arsenal dijejali bakat-bakat Jerman: Podolski, Mertesacker dan Ozil yang merupakan skuat timnas senior. Serta bakat-bakat muda seperti Serge Gnabry, Thomas Eisfeld dan Gedion Zelalem. Nama terakhir, yang mencuat di tur Arsenal musim lalu, bisa saja membela timnas Amerika Serikat atau Ethiopia jika kelak telah menentukan kepada negara mana pemain ini mengikrarkan diri. Namun Zelalem sejauh ini membela tim junior Jerman di berbagai kesempatan.

Semakin masuk akal ketika ketika melihat foto di atas. Khedira telah sejak lama menjadi partner Ozil di level timnas dan klub (Real Madrid). Pada diri Khedira kita menemukan sosok pemenang. Ia pemenang Bundesliga dan DFB Pokal bersama Stuttgart. Juga jawara Liga Champions bersama Real Madrid. Trofi Piala Dunia pun menggenapi raihan prestasinya yang gemerlap. Sekali lagi saya ungkapkan: Khedira adalah sosok pemenang yang mengerti bagaimana pergerakan Ozil di lapangan, serta mampu padu bekerjasama dengan lini belakang dengan Per Mertesacker.

Hal-hal di atas tak akan kita temukan pada diri Schneiderlin maupun Bender. Meski kedua pemain tersebut berumur lebih muda atau dibanderol lebih murah ketimbang nilai mahar Khedira. Faktor pengalaman dan mental juara yang tentu mampu dipelajari Ramsey, Wilshere, Gibbs dan rekan-rekan.

Sontak saya kembali teringat pada perdebatan ‘the next Patrick Vieira’ di awal tulisan. Apa yang kita ingat dari sosok kapten legendaris tersebut? Tentu pergerakan dia memotong bola yang sedang dibawa pemain lawan, untuk kemudian dengan kecepatannya menggiring bola tersebut jauh ke depan dan memberinya pada striker-striker Arsenal. Sederhananya, ya box-to-box midfielder. Seperti yang ada pada diri Sami Khedira.

Menggembirakannya lagi, Khedira menobatkan Vieira sebagai panutannya di atas lapangan. Seperti yang ia tuturkan pada situs UEFA.com,

During my early years I looked up to Patrick Vieira,” he said. “He was very involved up front, very strong in defence, ran a lot, was aggressive and had great skills.

Ia pun menyadari bahwa aksi ‘berdarah-darahnya’ takkan diapresiasi oleh banyak penggemar karena pujian akan berhamburan pada para pencetak gol dan pendribel handal,

I understand perfectly that the spotlight is for Cristiano Ronaldo, Özil and [Karim] Benzema. It’s normal – they’re the artists, they’re the ones who do scissor kicks, nutmegs, incredible dribbling. We have an incredible team with the best attacking players in the world, but we need to win the ball first.

Winning the ball first.

Bangun serangan dari awal dengan merebut bola yang sedang dikuasai lawan, lalu biarkan tugas selanjutnya diteruskan Ozil, Ramsey, Cazorla, Walcott, Sanchez, Podolski, atau Giroud.

Jurnalis spesialis Serie A dan La Liga, Mina Rzouki menjabarkan letak krusial Khedira di Real Madrid paska diluluhlantakkan Dortmund dua tahun silam,

Consistently underrated, the loss of the player against Dortmund perfectly proved his indispensability. Without his dynamism, the Spaniards failed to press as a unit and without his tactical intelligence, Dortmund easily identified the holes within midfield to exploit.

However, no one suffers more than Xabi Alonso in the absence of his midfield partner. With the German alongside him, Alonso can adopt a higher position on the field and dedicate more of his time to creating play quickly. Without Khedira, the Spaniard is often forced to adopt a deeper role to receive the ball free from pressure, which subsequently allows the opponent a few seconds more to stifle Alonso’s passes to either the full-backs or wingers waiting patiently on the flanks.

A leader on the pitch, Khedira never stops playing, remains focused for the entirety of the match and always believes in the win. Off the pitch, he is a strong character who is both respected for his influence and loved for his sense of humour and friendly touch. The man responsible for choosing the songs on the German team bus, his hilarious one liners that include ‘Poldi [Lukas Podolski] is not a man of many words but a man of explicit words’ make him a delight off the pitch as well as on it.

Khedira akan bisa memberi Wilshere pelajaran bagaimana cara merebut bola untuk kemudian mendistribusikannya jauh ke pertahanan lawan tanpa melakukan pelanggaran. Umurnya yang 27 tahun saya rasa bukan masalah mengingat umur sekian merupakan periode puncak karir seorang pesepakbola.

Yang lebih menggembirakan lagi, jika Khedira gagal digaet pun, pilihan lainnya tak kalah mengecewakan.

On to you, Arsene.

And yeah, it’s good to be back. Selamat datang musim 2014-15.

2 thoughts on “Kenapa Sami Khedira bukan Morgan Schneiderlin atau Lars Bender

  1. hi,
    it’s been awhile ya. anyway, gw termasuk yang masih belum bisa move on dari 9 tahun era pengiritan dan prihatin kita. mindset udah tertanam dari masa highbury, bangun stadion, ampe sekarang, jarang kan arsenal beli pemain jadi/bintang. henry ga bisa diitung bintang waktu itu.

    gw setuju bahwa siapapun manager nya, tetap ia harus mengedepankan klub diatas pemain atausiapapun. artinya kalau memang utk meraih sebuah gelar dibutuhkan pemain2 hebat maka hal tersebut harus dilakukan, tentunya dgn arsenal-way.

    gw sempat khawatir pabila khedira atau siapapun itu hadir, maka wilshere atau chambo bisa terancam. padahal para youngsters ini adl buah hasil prinsip/nilai2 klub yg dijaga. tp akhirnya gw menyadari bahwa ada sisi victorious (victoria) yg juga menjadi nilai arsenal. we have to be victorious but in the most harmoueously (bener ga tuh spelling nya) way possible, harmonis dgn siapa? ya dgn sepakbola sebagai unsur utama arsenal. gimana carany? basically ya youngsters, future talent. tapi bukan sembarang youngsters, only they who can compete with the like of sami khedira or lars bender or whoever that is.

    to be victorious…..

    Like

Tinggalkan Komentar: