Dr. Strangelove: or how I learned to love and stop worrying transfer window

Saya benci saat berada di situasi yang tidak bisa saya tangani. Saya adalah perantau dan tinggal ngekos. Sebenarnya fasilitas yang ada di kosan yang saya tinggali standar-standar saja. Saya juga tidak terlalu peduli jika tersedia dipan atau tidak, kamar mandi dalam ataukamar mandi bersama. Yang membuat saya tertarik adalah fasilitas TV kabel dan internet sehingga saya tidak harus repot mengurus pendaftaran dan pembayaran, di KTP tertulis saya bukan penduduk kota ini, karena keadaan tersebut cukup menyulitkan saat anda ingin mendaftar menjadi pelanggan suatu layanan jasa.

Saya awalnya mengharapkan layanan TV kabel yang tersedia akan menyediakan saluran-saluran sepakbola utama dari SkySports atau ESPN, namun ternyata saluran olahraga oleh empunya kos bukanlah prioritas. Anda yang berlangganan TV kabel pasti paham situasi ini. Siaran-siaran yang ditampilkan ternyata tidak sesuai dengan yang saya harapkan, contohnya: Chelsea TV, Barcelona TV dan siaran liga Skotlandia (bayangkan!). Yang lebih merepotkan lagi, provider TV kabel ini mempunyai kebijakan untuk memblokir semua tayangan sepakbola di TV lokal. Sehingga saya harus mencopot kabel dan memasang antena reguler saat hendak menonton siaran langsung sepakbola yang ditayangkan TV lokal. Saat siaran Arsenal tidak disiarkan di TV lokal, saluran TV kabel yang harusnya menyiarkan pertandingan tersebut ternyata tidak menyiarkan terkait pilihan prioritas yang dipilih empunya kos. Tetap saja saya harus streaming.

Saya mencoba bersyukur karena toh saluran lain di layanan tersebut menayangkan saluran seperti HBO dan NBC yang beberapa serialnya saya ikuti seperti Big Bang Theory, Mad Men atau Game of Thrones. Berbicara tentang serial TV asing yang momentum penayangannya berbeda dengan sinetron, ada beberapa kesamaan yang saya tarik dengan sepakbola.

Keduanya mengenal kata ‘season’. Saat Game of Thrones libur, misalnya. Pemirsa setia akan dibuat menunggu hingga hampir tiga bulan untuk menikmati kelanjutan serial di season berikutnya. Di situasi ‘rehat’ ini penggemar setia akan dibuat waswas tentang bagaimana jalan cerita berikutnya, tokoh mana yang akan ‘dimatikan’, siapa yang jadi pemeran kunci dan sebagainya. Terkadang website entertainment turut mengaduk rasa penasaran pemirsa dengan melakukan wawancara pointless dengan pemeran tokoh favorit.

Oh boy, betapa saya menggemari serial Mad Men. Sebuah serial yang menceritakan karir Donald Draper di firma advertising di Manhattan di tahun 60-an. I love the dialogs, film set (busana dan aksesoris yang dipakai para aktor, barang-barang klasik yang mustahil kita temui saat ini) juga intrik antar pemeran di serial tersebut.

Saya sampai asyik mengikuti forum-forum penggemar Mad Men yang pastinya membahas segala hal dalam serial tersebut. Dari hal remeh seperti fokus pemeran hingga pembahasan penting-tidak-penting seperti kejanggalan film dengan realita dari sudut pandang retrospektif, nilai-nilai filosofis, wah,  macam-macam.

Lantas saat saya sedang asyik menelusuri wawancara Christina Hendricks (pemeran tokoh Joan Holloway di serial Mad Men), tanpa sengaja saya membaca kutipan wawancaranya yang kurang lebih berbunyi begini;

Jangankan  nasib Joan, bahkan saya tidak tahu keseluruhan plot serial di season 6 ini..

Omong kosong, bukan? Seorang artis profesional tidak mungkin membocorkan jalannya cerita. Hal tersebut pasti tercantum di kontrak kerja sebelum mereka melakukan syuting. Sebelum The Dark Knight Rises rilis misalnya. Apa mungkin Gary Oldman (pemeran inspektur Gordon) membeberkan ending cerita pada wartawan? Yang ada dia malah dituntut perusahaan film!

Coba bandingkan ucapan Christina tadi dengan ucapan seorang agen pemain sepakbola,

Jovetic mengharapkan sesuatu yang lebih dalam karirnya. Dia ingin sekali bermain di Liga Champions yang sayangnya tidak bisa terwujud jika dia tetap berada di Fiorentina musim depan

Lantas media ramai-ramai mengaitkan pemain tersebut dengan Arsenal dan Juventus. Tiga hari kemudian, sang agen kembali berbicara di media,

Saya sebagai perwakilan dari Jovetic bisa memastikan bahwa klien saya menerima berbagai tawaran dari klub-klub besar. Meski saya tidak bisa menyebut nama-nama klub besar itu, bisa saya pastikan bahwa Jovetic lebih memilih untuk tetap berada di Italia musim depan

It’s a fucking war. Jika anda cerna baik-baik, ucapan berikut adalah pesan terselubung bagi manajemen klub luar Italia yang menawar Jovetic (dalam kasus ini Arsenal) untuk menaikkan tawaran karena salah satu klub Italia (dalam kasus ini Juventus) ternyata memberi penilaian lebih tinggi dari yang diajukan Arsenal.

Media massa dengan senang hati mengikuti geliat transfer window. Mereka bisa mengemas suatu kalimat menjadi suatu kesimpulan yang bisa mengaduk perasaan pembacanya. Dan itu mereka lakukan tanpa harus menyimak secara khusyuk 90 menit pertandingan sepakbola.

Saya tahu periode transfer window adalah salah satu periode menarik dalam sepakbola. Apalagi Arsene Wenger dikabarkan telah direstui board untuk melakukan perekrutan besar.

Skuat utama juga mengalami krisis pemain. Bayangkan saja, Arsenal menjalani sisa musim 2012/2013 dengan hanya memiliki satu striker murni (Giroud) dan tiga bek (Koscielny, Mertesacker dan Vermaelen). Bandingkan dengan United yang mempunyai Ferdinand, Vidic, Smalling, Jones dan Evans di posisi bek tengah. Belum lagi jika menelaah beberapa pos lain seperti double pivot (Diaby cedera panjang, Coquelin tidak siap diturunkan karena jarang dimainkan).

Lalu ada alasan lain yang membuat saya seharusnya antusias mengikuti gosip-gosip yang bekeliaran di media; bahwa untuk pertama kalinya setelah beberapa musim, kita tidak merasa takut untuk kehilangan pemain penting. Empat musim terakhir saya ingat betul, disaat teman-teman saya mengikuti berita transfer untuk mengetahui pemain baru yang klub mereka rekrut, saya malah didera kekhawatiran saat Barcelona, Manchester City, Chelsea, Juventus berkali-kali dikaitkan dengan pemain andalan Arsenal. Memang Bacary Sagna dikabarkan menolak perpanjangan kontrak (karena durasinya terlalu pendek, satu tahun). Tapi kehilangan dia, meski akan sangat disayangkan, tidak akan sebesar kekhawatiran saat kita ditinggal Thierry Henry, Fabregas, Nasri dan van Persie.

Saya bisa merasakan gairah yang teman-teman non-pendukung Arsenal rasakan di musim-musim sebelumnya.

But, oh boy, what did I know?

Beberapa hari lalu media massa kembali memberitakan ketertarikan Arsene dengan pemain yang bisa disebut, well, antah berantah. Clement Grenier asal Lyon dan Yaya Sanogo asal Auxerre B. Selain mengejutkan, berita ini membuat saya menarik kesimpulan:

  • knowing Arsene Wenger a long time, I (as you) should have known better that he always has an ace up his sleeve,
  • pembelian pemain ‘antah berantah’ ala Arsene Wenger ternyata menjadi salah satu kepuasan tersendiri. Okelah nama Squilacci kita kesampingkan. Tapi sebelum bermain untuk Arsenal, kita (dan bahkan media) tidak akan memberi perhatian pada bakat-bakat menakjubkan milik Santi Cazorla, Cesc Fabregas, Alexander Hleb dan banyak lagi,
  • terkadang justru pembelian ‘wah’ Arsene malah mengecewakan. Arshavin direkrut setelah mencuri perhatian di kompetisi Euro. Belakangan malah menjadi kerikil bagi klub dengan mengindahkan tawaran dari klub-klub yang memberinya gaji kecil seperti Fulham di bursa transfer Januari silam.

Jangan salah sangka, saya selalu mengikuti gosip-gosip tersebut dan seperti anda (mungkin), akan menyimak aksi pemain yang bersangkutan di YouTube. Tapi apakah kita bisa menilai seorang pemain melalui video montase di internet yang durasinya sedikit dan hanya menampilkan aksi terbaik pemain tersebut?

Tentu saja tidak.

Saya bergairah jika Stevan Jovetic menjadi milik Arsenal. Tapi itu saya katakan karena ada hal-hal yang saya lakukan ketika berkesimpulan begitu. Saya jadi mengorbankan waktu istirahat untuk menyaksikan Serie A (jam siaran liga tersebut lebih larut ketimbang EPL, as you know it). Jadi menyempatkan diri untuk mengunduh beberapa pertandingan penuh Fiorentina.

Karena saya harus mengetahui bagaimana skema bermain Fiorentina. Bagaimana Jovetic bekerjasama dengan Adam Llajic dan terutama Borja Valero. Bagaimana Fiorentina menggunakan skema 3-5-2 dengan jajaran pemain yang ternyata renggang, berbeda dengan Arsenal.

Ada banyak faktor selain video montase YouTube dan catatan rating WhoScored atau Squawka dan StatsZone. Kendala bahasa? Proses adaptasi?

Sebagaimana terkejutnya saya dengan kegemilangan Santi Cazorla di musim perdananya bersama Arsenal, saya 100% percaya bahwa Arsene Wenger, di saat anak didiknya menjalani liburan, terus bekerja melakukan berbagai transaksi bisnis yang diharapkan mampu mendongkrak skuat kita musim depan.

Arsenal dikabarkan akan membuang para pemain berstatus magabut (pe-makan gaji buta) seperti Arshavin, Squilacci, Djourou, Denilson (!) dan Park Chou Young. Bisa dipastikan bahwa banyak pemain yang akan dia rekrut untuk menambal kekurangan di skuat utama.

Saya belakangan sedikit mengurangi intensitas bermain di forum-forum serial TV yang saya sebutkan di atas. Karena ternyata menikmati season baru suatu serial TV akan lebih menyenangkan jika kita memposisikan diri sebagai penikmat. Tiba-tiba tokoh A menonjol, tokoh B dikurangi perannya, tokoh C berubah haluan.

Seperti itu kurang lebih.

Sampai jumpa di tulisan berikutnya. Sebenarnya ada dua tulisan baru yang sedang saya kerjakan. Satu mengulas Olivier Giroud, satu lagi mengulas kinerja suatu kelompok pemain Arsenal musim ini. Namun karena keterbatasan waktu, justru tulisan ini yang pertama saya posting.

Cheers!

4 thoughts on “Dr. Strangelove: or how I learned to love and stop worrying transfer window

  1. hahaha, lo dalam tweet seakan cuek sama bursa transfer tapi toh akhirnya gemes sendiri. nice post! gue sangat senang dengan analogi-analogi sederhananya. brilian. sekarang gue bisa menikmati rumor-rumor lucu dengan sedikit tenang. ah…

    Like

    1. Selama memungkinkan, puluhan pemain yang digosipkan akan berlabuh ke London Colney saya pantau secara syahdu, bro. Tapi memang jarang sekali saya ungkapkan di Twitter. Saya pemalu..

      Like

Tinggalkan Komentar: