7 Years in Tibet of Arsenal: Big Usmanov Strikes Again — 1971-1979 = 2005-2013?

Some people incorrectly think that obsessive complaining shows that you have the team’s interest at heart. Itu yang berkecamuk di otak saya ketika membaca berita Arsenal-related hari ini. Alisher Usmanov, pemilik 29% saham Arsenal kembali ‘merengek’ di media (L’Equipe, Prancis) tentang posisinya di kepemilikan Arsenal.

Suatu langkah yang menurut saya keterlaluan. Sebelumnya dia sudah dua kali mengritisi kebijakan-kebijakan direksi Arsenal, yaitu saat penjualan RvPrick dan kekalahan atas Bradford. Kali ini pun dia cuap-cuap beberapa hari jelang transfer window tutup. Arsenal baru saja meraih kemenangan atas West Ham dan Brighton, dia dengan jeli melihat pergerakan lesu Arsenal di bursa transfer dengan membawa-bawa nama Thierry Henry. Saya kutip langsung dari situs ESPN:

“When I had the chance to buy some shares and become one of the main shareholders in the club, I didn’t hesitate for a second. I was even ready to take total control. That wasn’t possible because certain people preferred to make a profit and create, using me, an outside enemy. I remain portrayed as a pirate, an enemy. They have won that game.”

Fantastis. Lepas embel-embel Arsenal dari diri anda dan coba baca pernyataan Usmanov ini dari sudut pandang obyektif. Patutkah Usmanov merilis pernyataan bernada negatif itu di media? Apalagi melihat Arsenal sering jadi bulan-bulanan pers — bahkan kebijakan denda di tempat latihan pun bisa jadi headline. Bukankah lebih arif baginya untuk menyimpan urusan dapur tetap di tempatnya? Bukankah pernyataannya tadi akan menyudutkan posisi klub?

Lebih lanjut Usmanov kembali membawa-bawa nama Thierry Henry demi memuluskan misinya mengambil alih Arsenal (he used the word ‘take over’). Hal ini pun sudah dua kali dia lakukan. Jika memang Titi mendukungnya untuk mengambil alih saham Arsenal, saya kecewa berat. Sama seperti rasa kecewa saya terhadap Tony Adams yang kerap mengritik gaya kepelatihan Arsenal. Tony Adams selalu megah di mata saya, hanya di titik saat dia menjadi pemain. Curiculum vitae kepelatihannya yang amburadul menjelaskan bahwa Tony harus jauh-jauh dari urusan melatih sepakbola. Titi saya pikir harus meluruskan hal ini karena bisa saja pernyataannya dipelintir. Berikut pernyataan Usmanov mengenai ‘bekingan’ Titi kepadanya:

“I like many footballers, and I’m in contact with some of them. Perhaps my favourite of the last ten, 15 years is Thierry Henry. He’s pushing me to buy all of Arsenal’s shares, but I cannot predict the future”

The thing is, kalau memang sebegitu pedulinya dia pada Arsenal, kenapa malah memojokkan klub yang dia cintai? Kenapa di setiap pernyataanya selalu terkandung ‘saya’, ‘saya’ dan ‘saya’. This is the point where I agree fully on Silent Stan. Why?

Kroenke memang dianggap membeli Arsenal murni untuk tujuan bisnis. Melihat track recordnya sebagai pemilik dua klub olahraga lain di Amerika. Dia kerap dikritik karena tidak pernah hadir di Emirates. Dari sudut pandang pebisinis, saya melihat hal yang dilakukan sebagai kewajaran. He invested his doughs and trusted it to certain men at clubs. Which is Ivan Gazidis and Arsene Wenger. Saya mau tanya: mana yang anda pilih, direktur klub egomaniak seperti Abramovich di Chelsea atau mereka yang lepas tangan memercayakan klubnya ditangani orang-orang berpengalaman?

Bukan sekali dua kali Arsenal dihantam oleh konflik manajemen. Beberapa bulan lalu pun Nina-Bracewell Smith menyesalkan penjualan saham dia kepada Kroenke di 2011. Lewat Twitter! Sangat menyesakkan melihat kondisi Arsenal dijepit oleh orang-orang yang mementingkan ego ketimbang maslahat klub. Nina-Bracewell Smith meski tidak lagi mempunyai saham Arsenal kini menjadi presiden kehormatan klub. Bukan kali ini saja manuvernya di media mengundang tanya, sebelum penjualan sahamnya pada Kroenke pun dia merilis pernyataan di media saat klub berjuang di klasemen EPL tahun 2010 (sumber).

Melihat keengganan pihak Kroenke-Gazidis-Arsene memberi ruang bagi Usmanov untuk menjadi pemilik saham mayoritas menyisakan tanda tanya. Asumsi pertama pihak pertama memang sedemikian busuknya mencegah akuisisi ini atau pihak pertama berusaha sekeras mungkin mencegah Usmanov duduk di pucuk kepemimpinan Arsenal. Sisa musim ini hingga akhir 2013/2014 adalah periode terakhir bagi Usmanov untuk menjadi investor solo di Arsenal karena jika regulasi FFP (Financial Fair Play) benar-benar berjalan, berapa trilyun pun dana yang dia suntikkan ke Arsenal dianggap melanggar peraturan karena semua klub hanya boleh mengeluarkan uang sesuai pendapatan mereka masing-masing. Malaga dan tiga klub lain sudah dijadikan UEFA percontohan seberapa serius mereka akan FFP.

So to say, saya melanggar keengganan untuk membahas konflik di dalam Arsenal dan apa pun itu, semoga Arsenal tetap berada pada jalurnya dan kepemimpinan Arsenal saat ini mampu membawa klub ke posisi lebih kuat saat FFP bergulir.

This is disheartening.

Giroud Gemilang, Bisakah Kita Mengulang Musim 1978-79?

Giroud akhirnya menjawab kritik bertubi-tubi dengan menjadi man of the match saat melawan Brighton. Dua golnya pun tidak tipikal seperti gol-gol sebelumnya. Gol pertama menjelaskan bahwa dia bisa sedemikian mematikan bahkan dari luar kotak penalti. Gol kedua mencerminkan bahwa dia tak hanya mengandalkan tubuh bongsor untuk merobek jala lawan. Tapi juga insting, ball-control dan kecepatan. Kredit juga patut diberikan untuk umpan manis Diaby.

Ah, lawannya cuma Brighton bro..

Fucking hell, you know lot about football aren’t you? Semoga bisa menyadari bahwa Tottenham, Chelsea dan Liverpool meraih hasil buruk dalam lanjutan piala FA kemarin. Everyone slagging Ollie G needs a hard slap in the face. His tally so far is not that bad and in doing so, dia melebihi pencapaian Fernando Torres yang lebih dulu malang melintang di belantara EPL.

Like that game against Chelsea or City, he might be confusing himself and the fans. But at least he’s a trier. A hard one.

Sedikit mencoba menjulurkan perspektif. Arsenal sebelum era Arsene bukanlah klub dominan di Inggris. The Funny Gooner mengilustrasikan hal ini dengan begitu baik disini. Kita mengenal Arsenal era Arsene. Siapa diantara anda yang menonton Arsenal era George Graham atau Bruce Rioch? Anda benar-benar ingin kembali ke era itu? “Boring, boring Arsenal” they said.

Saya tahu dengan tulisan ini mereka yang sangat ingin Arsene pergi akan tertawa kegirangan. “Lihat, tuh, another AKB speaking so well”.

You can call me deluded but to adamantly wanting him out is way out of control. Just back him and the players week in, week out. Untuk ukuran orang yang sudah terlalu lama berada dalam kepemimpinan suatu klub, akan sulit untuk disingkirkan. Disadari atau tidak, Arsenal sudah sedemikian Arsene dan sebaliknya. Sama seperti kepemimpinan Fergie di United. Mereka berdua sama-sama keras kepala dan pemegang teguh idealismenya masing-masing.

Enough about that. Saya akan menceritakan sebuah kisah..

Heinrich Harrer, pemanjat tebing sekaligus tokoh sentral dalam film Seven Years in Tibet menjalani tujuh tahun penuh pergulatan emosi dan spiritual. Dia bertransformasi dari sosok angkuh megalomaniak dalam pengembaraannya di Himalaya. Heinrich meninggalkan istrinya yang hamil demi menjalankan misi diplomatis Nazi Jerman untuk menaklukan Nanga Parbat, salah satu puncak tertinggi di Himalaya. Suhu politik berubah drastis saat Nazi menyerah dari sekutu sehingga membuat dia terlunta-lunta di negri asing. Dia teralienasi. Budaya, iklim dan pikiran. Heinrich bermental kuat. Tahun demi tahun dia dicekoki kenyataan bahwa bangsanyalah bangsa termulia di dunia (Arya). Pun misinya menaklukan HImalaya adalah usaha Nazi untuk menunjukkan hegemoni.

Dia tertangkap pihak tentara negara pendukung Nazi saat hendak melanjutkan misinya yang gagal. Namun apa daya, negara itu sudah tidak lagi mengakui Nazi yang baru saja menyerah. Membuat dia bersama rombongan ekspedisi ini ditahan di perbatasan Nepal-India. Heinrich tidak menyerah. Bersama rekan-rekannya akhirnya melancarkan misi kabur dari penjara. Dia berhasil. namun rupanya Asia terlalu angkuh bagi dirinya yang ternyata rapuh. Alih-alih pulang ke negaranya dia bersama Peter Aufschnaiter (rombongan ekspedisi yang memiliki watak bertolak belakang dengan Heinrich) pun memilih untuk tinggal di Tibet. Menjalani hari-hari bersama masyarakat yang menganggap sosok manusia tertentu sebagai representasi tuhan. Masyarakat yang menjalani hari-hari dalam kezuhudan — menerima takdir dan norma-norma seperti karma dan reinkarnasi. “Jangan bunuh cicak itu karena bisa saja itu ibumu di masa lalu”.

Heinrich adalah kita. Anda dan saya., fans Arsenal yang terbiasa akan kegemilangan klub. Kita terbiasa menikmati hari-hari penuh canda tawa. Sepakbola indah, 49 laga tanpa kalah. Klub London pertama yang berhasil mencapai babak final Liga Champions. Kita adalah penikmat Arsenal yang itu. Arsenal yang stabil. Arsenal yang kerap jadi tajuk utama koran-koran karena digdaya. Tapi kemudian ironi sekaligus kenyataan menghantam. Sepakbola bukan yang dulu lagi sejak Roman mengakuisisi Chelsea. Namun toh pada 2005 kita tetap bisa meraih piala FA. Kita pun menjadi runner-up Liga Champions meski tertatih di liga.

Masa itu datang juga. Idealisme membawa Arenal pada titik kelam sepakbola. Arsenal kini hanyalah feeder club. Tak ubahnya seperti Lorient yang kerap menjadi feeder club Arsenal. Penjualan demi penjualan pemain serta kekeraskepala-an Arsene memakai daun muda dituding penyebabnya. Ini bukan Arsenal yang kita kenal. We want our Arsenal back? Fucking hell.

Seperi Heinrich, kita berada di zona aman bertahun-tahun. Sebelum akhirnya pemerintah Cina dengan kekuatan baru komunisme merengsek kedamaian Tibet. Sebelum akhirnya stabilitas Arsenal dihantam milyaran uang investor Rusia dan Arab.

Seperti Dalai Lama, Arsenal tidak mau berubah. Umatnya dibantai tentara Cina. Kampung tempat dia lahir bahkan dibumihanguskan. Dalai Lama atau Kundun yang saat itu masih sangat kecil dengan bijak mengatakan, “We have a saying in Tibet: If a problem can be solved there is no use worrying about it. If it can’t be solved, worrying will do no good”. Sudah, jangan khawatir. Kita tahu apa yang kita lakukan dengan segala investasi pada pemain muda dan penjualan bintang-bintang.

Seperti Heinrich, kita lari dari kenyataan. Kita lari dari kehidupan yang menjemukan dan menemukan ‘nirwana’ pada klub sepakbola asing yang kecil kemungkinan bisa kita saksikan langsung.

Salah satu masa kelam Arsenal adalah selepas periode 1970-71. Arsenal yang musim itu mampu meraih gelar ganda pertamanya kemudian melepas banyak bintang-bintangnya. Arsenal adalah medioker. Sebelum akhirnya Terry Neill berhasil membawa Arsenal menuntaskan puasa gelar lewat kemenangan dramatis atas United di tahun 1979. Ini bukan berarti saya ingin Arsene pergi. Tapi seperti 70% lebih pembaca blog ini yang mengikuti polling beberapa hari lalu, saya sangat ingin kita merengkuh piala FA tahun ini. Lawan selanjutnya adalah Blackburn Rovers 16 Februari nanti.

Come on, you, rip roaring Reds!

7 thoughts on “7 Years in Tibet of Arsenal: Big Usmanov Strikes Again — 1971-1979 = 2005-2013?

  1. yes, saya setuju…

    semoga kejadian di tahun 70an, saat Arsenal berhasil menjuarai FA CUP terulang di tahun ini. pada jaman itu sampai terkenal chants she wore a yellow ribbon…

    bukan cuma itu, kebanyakan orang sama piciknya dengan usmanov, mereka hanya mementingkan keinginan pribadi mereka, tanpa melihat jelas jauh ke depan.

    di Arsenal, banyak yang menciptakan inovasi jauh ke depan, seperti Chapman, Dein, dan tentunya sekarang Wenger 🙂

    Like

  2. Sorry bro, masalah Usmanov gw kurang setuju.

    David Dein sebelum undur diri ngejual sahamnya ke Usmanov bukan ke Kroenke pasti karena ada alasannya. Gak mungkin kan seorang David Dein sembarangan ngejual saham dia ke seorang ‘egomaniak’ yang bakal ngancurin kedigdayaan Arsenal sebagai klub? Kalo mau liat track record nya Usmanov juga pure business-man selayaknya Kroenke, sama-sama ngebangun usahanya dari kecil kok bukan sembarangan cuma jadi raja minyak.

    Masalah Wenger, hampir semua gencar mengkritik ya pasti karena ada sebabnya. Gak mungkin kan tiba-tiba semua jadi mengkritik kinerja Wenger kalau memang fine-fine aja. Sorry to say, prinsip dan cara kerja Wenger udah bukan sesuatu yang baru di dekade ini. Kalau mau move on sekarang juga udah ada beberapa manajer yang bisa jadi suksesor Wenger, kinerja sama dengan kemampuan taktis yang lebih baik, yang adaptif tergantung tim lawan dan skuad yang ada. Kenapa banyak yang bilang Wenger stubborn, yah lo tau sendirilah sebabnya.

    Dengan kualitas skuad yang ada sejak sepeninggalan era Thierry Henry dan dengan sosok pelatih yang sama, hasil 7 tahun tanpa trofi apa pun patut dipertanyakan loh terlepas dari kondisi finansial yang ada.

    Oh iya, cerita Heinrich di atas kayaknya lebih cocok lagi kalo diumpamakan sama posisi Wenger sekarang. Sosok megalomaniak yang terlena dengan masa kejayaannya dan terdistorsi dari realita yang ada? Balik lagi, kenapa orang-orang pada bilang beliau stubborn?

    Gw sebagai gooner gak muluk-muluk kok, gw cuma pengen liat wajah ceria para gunners dan bahkan sejujurnya senyum Arsene Wenger juga saat nanti Arsenal merayakan mengangkat trofi juara lagi. Tapi pertanyaannya, dari perkembangan sejauh ini, apakah Wenger MAMPU? Dilihat dari skuad Arsenal seharusnya jawabannya YES, tapi ya sejauh ini buktinya sih NO.

    Dan terkait FFP, gak mungkin lah ya tiba-tiba magically Arsenal jadi kompetitif kembali ke persaingan juara dengan skema permainan yang sama dari tahun ke tahun. Either Wenger mau ngalah sama egonya buat menyesuaikan skema permainan tergantung tim lawan dan skuad yang ada, ya atau Arsenal ganti manajer/pelatih 🙂

    Like

    1. Thanks for the comment.

      “David Dein sebelum undur diri ngejual sahamnya ke Usmanov bukan ke Kroenke pasti karena ada alasannya.” –> ‘Dein sold his 14.5 per cent stake in Arsenal to Usmanov at the end of August in a £75 million deal. At the same time he was appointed chairman of the Russian’s investment company, Red and White Holdings.’ Saya kutip dari berita di Telegraph http://www.telegraph.co.uk/sport/football/2322526/Alisher-Usmanov-set-to-freeze-out-David-Dein.html

      Dari artikel itu bisa digambarkan betapa rumitnya situasi direksi Arsenal saat itu.

      Usmanov ini ambisius. Terbukti dengan niatnya membeli Liverpool, United dan Tottenham. sama-sama murni bisnis, sebelum akhirnya Dein ngejual saham ke dia.

      “Oh iya, cerita Heinrich di atas kayaknya lebih cocok lagi kalo diumpamakan sama posisi Wenger sekarang. Sosok megalomaniak yang terlena dengan masa kejayaannya dan terdistorsi dari realita yang ada? Balik lagi, kenapa orang-orang pada bilang beliau stubborn?”

      No, saya nggak berniat memetakan atau menilai situasi Arsenal atau Arsene, terutama dengan tekanan besar terhadap klub dari sana-sini (rival, media hingga fellow Gooners). Intinya adalah, supporting Arsenal sekarang sedang berada di titik nadirnya dan perilaku Usmanov ini tidak mengenakkan situasi.
      Dengan pernyataan board beberapa waktu lalu, FFP (janji manis 2014), dan juga Arsene yang bersikeras memertahankan kontraknya hingga selesai (yg lucunya di tahun yg sama), what these things left us? Nothing. Ya kita bakal menghadapi wajah direksi serta pelatih yg sama hingga minimal 2014.

      Saya hanya ingin memberi persepsi bahwa kritik terhadap board/pelatih, apalagi di media sosial gak ada gunanya. Terlalu muluk mencari-cari sosok pengganti Arsene mengingat tahun 1996 dulu penunjukkan Arsene pun mengejutkan.

      Apalagi hampir semua sosok dibalik penunjukkan Arsene dan pembangunan Ashburton Grove udah gak ada di Arsenal (selain PHW tentu). Bukankah ini malah jadi indikasi bertahan lamanya durasi kepemimpinan current board hingga beberapa tahun ke depan?

      Like

    2. Di artikel yg saya cantumkan sebelumnya juga ada penjelasan bahwa Dein dapet jabatan di perusahaannya Usmanov. Rumit & penuh intrik. Bikin capek kalau mau mengulik sampai sejauh itu karena semuanya sangat samar.

      Like

    3. “Heinrich di atas kayaknya lebih cocok lagi kalo diumpamakan sama posisi Wenger sekarang. Sosok megalomaniak yang terlena dengan masa kejayaannya dan terdistorsi dari realita yang ada? Balik lagi, kenapa orang-orang pada bilang beliau stubborn?” <- seorang pemimpin yang baik harus keras kepala ya bukannya? kalo ga keras kepala planningnya ga bakalan terjadi, apalagi wenger visioner selalu berpikir kedepan. kalo cuma di kritisin dikit keok mah bukan pemimpin namanya.

      "Dan terkait FFP, gak mungkin lah ya tiba-tiba magically Arsenal jadi kompetitif kembali ke persaingan juara dengan skema permainan yang sama dari tahun ke tahun." <- emang skema permainan Arsenal jelek ya? lawan tim sekaliber United di awal musim aja Arsenal lebih mendominasi permainan, cuma sedikit kurang beruntung aja. imo.

      Like

  3. tulisan yg sangat bagus, jujur saja, saya tidak tau apakah #WengerOut or #WengerIn, karena saya baru jadi fans Arsenal sejak staun lebih lalu, tpatnya kls 3 SMA, mungkin disatu sisi saya tidak ingin Wenger pergi, karena dia sdh menjadi sosok yg sangat sakral di Arsenal, disisi lain saya ingin ada perubahan pada Arsenal, agar bisa lebih kompetitif, memang saya lebih senang Arsenal di era Wenger karena Arsenal banyak mndapat piala ditangannya, dan saya gak mau Arsenal menjadi ‘Boring Arsenal

    Like

  4. keren nih tentang usmanovnya.
    semua org harus baca deh, gua baru sadar ternyata usmanov itu malah makin menyudutkan klub.
    gua kira dengan adanya usmanov di jajaran para direksi bisa membantu Arsenal menapaki kejayaannya lagi. tp emg bener sih gk seharusnya dia ngomong gitu.
    bener bener gk nyesel dukung Arsenal, tim yg unik, sexy, dan fashionable.
    its arsenal. we love you Arsenal, we do. :))

    Like

Tinggalkan Komentar: